Sabtu, 12 Mei 2012

Mereka Disatukan dalam Kepedulian

SeputardepokKOMPAS.com - Kesedihan yang mendalam dan kepedulian besar terhadap kegelisahan keluarga korban telah menyatukan mereka semua. Relawan sipil, TNI, dan polisi bersatu dan bahu-membahu menembus misteri gelap Gunung Salak untuk mencapai titik lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 buatan Rusia di Tenjolaya, Cidahu, lereng Gunung.
Saat diumumkan siapa saja yang mau ikut evakuasi korban Sukhoi, saya mengajukan diri karena mau membantu.
”Saat diumumkan siapa saja yang mau ikut evakuasi korban Sukhoi, saya mengajukan diri karena mau membantu,” tutur Komarun (21), mahasiswa Program Vokasi Universitas Indonesia. Komarun baru pertama kali melakukan evakuasi. Dia ditemui saat baru tiba sekitar pukul 17.00 di Posko Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/5/2012).
Komarun bersama Ridwan dan Kurniadi, yang juga dari Mapala UI, naik ke Gunung Salak pada Kamis siang bersama tim Marinir TNI AL dari Posko Loji, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Setelah rehat semalam di gunung, mereka menemukan jenazah korban Sukhoi dan serpihan pesawat pada Jumat sekitar pukul 10.15. ”Pertama melihat, kami takut karena (korban) sudah tidak utuh lagi,” tutur Komarun yang terlihat kelelahan.
Ridwan juga merasakan pengalaman evakuasinya yang pertama di Gunung Salak. Jalur yang dilalui terbilang berat karena kemiringan tanah yang lebih dari 45 derajat.
”Jalan yang dilalui hanya setapak dan sudah gembur karena dilewati ratusan orang. Hampir tidak ada yang datar, semua menanjak,” tutur Asep Itong, anggota Taruna Siaga Bencana Kabupaten Bogor, yang ikut mendaki Gunung Salak dari rute Cipelang.
”Dalam proses evakuasi ini, logistik, terutama air minum, menjadi kebutuhan paling penting bagi pendaki, tak terkecuali anggota polisi,” kata Inspektur Satu Ivan Taufiq dari Satuan Brimob Polda Jabar yang tergabung dengan Tim A dari jalur Cipelang, Kamis (10/5/2012) sekitar pukul 13.00. ”Mata air terakhir adanya di ketinggian 1.900 meter. Itu pun berada di luar jalur pendakian. Setelah itu hanya mengandalkan logistik bawaan yang terbatas.”
Bekal makan dan minum biasanya dibawa Tim D diperkuat oleh 15 relawan porter, warga sekitar Cipelang. Dedih (34) adalah salah satu porter yang secara sukarela mengajukan diri membawa logistik untuk tim yang sudah berada di lereng gunung. Sehari-harinya dia mengurus sapi di Pusat Embrio Peternakan yang menjadi posko tim. ”Saya mau membawakan logistik untuk meringankan beban tim,” katanya.
Bergerak sejak Rabu
Aktivitas anggota tim evakuasi dari TNI juga tidak berhenti bekerja siang dan malam. Sejak Rabu (9/5/2012) malam mereka sudah bergerak.
Komandan Yonif 2 Pasukan Marinir Letnan Kolonel Oni Junianto mengatakan, sejak Rabu sekitar pukul 22.00, pasukannya sudah bergerak dari Cilandak. Pukul 07.00 pasukan yang terdiri atas 122 orang itu tiba di Cidahu dan langsung naik. Lima jam perjalanan sampai ke dekat helipad di bawah Kawah Ratu.
Dari Loji, Cijeruk, diputuskan untuk naik ke lokasi dan langsung berhadapan dengan titik jatuhnya pesawat. ”Banyak yang bilang sangat curam dan disarankan lewat jalan lain. Tetapi, menurut kami, justru bisa langsung dapat punggung gunung tanpa memutar,” kata Oni.
Jalur itu sangat berat. Bahkan, mendekati lokasi, kemiringan bisa 60-80 derajat sehingga harus pakai tali. Kurang lebih delapan jam akhirnya tim mencapai titik tersebut. Untuk mencapai lokasi korban, tebing setinggi 400 meter dituruni selama lebih kurang 3 jam.
”Pukul tujuh pagi kami sudah lihat ke bawah dan bisa lihat reruntuhan sayap. Tiga jam kemudian, pukul 10.20 WIB, kami evakuasi korban yang pertama,” ujar Oni, yang pertama bersama timnya menemukan lokasi kecelakaan.
Hal yang sama dilakukan satu regu dari Batalyon 467 Korps Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU. Tim ini bergerak menuju lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi di Gunung Salak dari Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Kamis pagi, ada lagi satu regu dari Batalyon 467 Korps Paskhas TNI AU yang menyusul regu pertama. Regu kedua ini juga berangkat dari Cijeruk. Kamis siang, satu regu lagi juga dari batalyon dan kesatuan yang sama diberangkatkan dari Cijeruk.
Hingga Jumat pagi, helikopter NAS-332 Super Puma Skuadron Udara 6 Atang Sendjaja batal menurunkan satu regu Paskhas. Pukul 10.35, tim SAR Paskhas yang terdepan melaporkan telah berada di tubir jurang sejarak 150 meter dari lokasi puing.
Sayang, mereka terhalang kabut tebal. Jarak pandang hanya 2 meter. Tim siaga di tempat. Ketika kabut tersingkap, tim bisa mendekati lokasi puing. Pukul 13.03, posko SAR SSJ100 Pangkalan Udara Atang Sendjaja mendapat perkembangan. Tim Paskhas telah menemukan korban pesawat Sukhoi. Saat itu, tim Paskhas juga bersama tim SAR Marinir dan tim SAR TNI. Diinformasikan ada 12 jenazah yang ditemukan.
Jenazah lalu dimasukkan ke dalam kantong jenazah. Ada tim yang mempercepat pembuatan helipad di puncak tebing di seberang tebing yang ditabrak Sukhoi. Empat jenazah akhirnya dapat diangkat ke helipad dan menunggu dievakuasi dengan helikopter.
Sayang, hingga pukul 19.00, empat jenazah itu batal dievakuasi. Cuaca buruk dan kabut tebal menghambat helikopter untuk mendekat dan mengevakuasi korban.
Seorang anggota Paskhas mengatakan, bagi TNI dalam operasi SAR tidak ada kata kembali dan aplus. Sekali berangkat, tim harus menemukan lokasi biarpun bermalam di hutan dengan logistik dan air yang mungkin minim. Namun, untuk kondisi seperti itulah mereka telah dilatih. (GAL/CHE/HEI/ICH/BRO)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More