Seputardepok-jakarta Mantan Ketua Pansus DPR RUU Penyiaran Paulus Widiyanto berpendapat lembaga penyiaran tidak boleh dimiliki secara monopoli atau perorangan. Hal ini sebagai tafsir pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran yang mengatur pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum dibatasi.
Menurut Paulus, ketentuan tersebut harus diterapkan dengan tegas sebagai penyeimbang penyebaran informasi.
"Sesuai pembahasan dalam rapat kerja Pansus Pasal 18 Ayat (1) harus dibaca tidak boleh terjadi pemusatan kepemilikan oleh satu orang atau satu badan hukum tertentu baik di satu wilayah siaran maupun beberapa wilayah siaran dan sebagai penyeimbang," kata Paulus saat memberikan keterangan ahli dari pemohon kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK), di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (5/4/2012).
Paulus juga menjelaskan para pembuat UU, Pasal 18 Ayat (1) UU Penyiaran tersebut ditujukan untuk menjaga keseimbangan penyebaran informasi dengan tetap memberikan kesempatan bagi berkembangnya industri penyiaran lain di Indonesia.
"Pemusatan kepemilikan dan penguasaan berbagai Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dilakukan melalui mekanisme pengambilalihan saham-saham perusahaan penyiaran yang lain, antara mereka yang sudah mempunyai lembaga penyiaran," ucap dia.
Sementara itu, terkait dengan pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran yang mengatur larangan pemindahtanganan IPP kepada pihak lain, dimaksudkan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua perusahaan pemohon penyiaran untuk berusaha dalam bidang penyiaran.
"Ini harus melalui mekanisme yang bersih, terbuka, transparan, bebas campur kepentingan sosial, ekonomi dan politik," papar Paulus.
Seperti diketahui, pengujian UU Penyiaran ini dimohonkan oleh Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) yang menguji konstitusionalitas pasal 18 ayat 1 dan pasal 34 ayat 4 UU Penyiaran yang mengatur penguasaan dan larangan pemindahtanganan IPP.
Pasal 18 ayat 1 berbunyi 'Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi'. Sedangkan pasal 34 ayat 4 berbunyi 'Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain'.
Uji materiil ini dilakukan, karena UU Penyiaran sengaja dibenturkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dengan UU Pasar Modal dalam kasus akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang juga memiliki SCTV dan O Channel.
Dalam hal ini, Kementerian Kominfo dan Bapepam-LK dinilai membiarkan PT EMTK melanggar UU Penyiaran dengan memiliki 3 frekwensi di satu provinsi, yakni Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV, O Channel, dan Indosiar.
UU Penyiaran sendiri melarang pemusatan kepemilikan frekwensi. UU itu mengatur sebuah badan hukum hanya boleh memiliki 1 frekuensi di satu provinsi atau setidaknya 2 frekuensi di dua provinsi berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar