Selasa, 17 April 2012

“Memanen” Air Hujan

Seputardepok__Sepertinya sudah agak lama saya tidak menulis di kanal ‘Green’, padahal pekerjaan saya sehari-hari selalu berhubungan dengan lingkungan. Jadi mari menikmati kembali tulisan saya disini :D
Ada yang mengenal Professor Mooyoung Han dari Seoul National University? Mungkin tidak. Professor Han adalah seorang ahli di bidang rainwater harvesting, bagaimana ‘memanen’ air hujan dan menggunakannya. Saya beberapa kali bertemu dengan beliau, dua kali saat beliau datang ke Taiwan untuk memberikan kuliah singkat, dan sekali di Tokyo saat konferensi.
Rainwater harvesting (RWH) adalah proses menampung air hujan dan air ini digunakan kembali untuk berbagai kepentingan, misalnya keperluan irigasi (taman dan kawasan hijau), mencuci, bilasan toilet, atau bisa juga untuk diminum (setelah diproses sehingga kualitasnya memenuhi standar air minum). RWH biasanya diterapkan di area yang curah hujannya lebih dari 200 mm per tahun, dan Indonesia termasuk di antaranya. Pada dasarnya banyak penduduk Indonesia yang menerapkan RWH secara tradisional, meletakkan ember atau bak penampungan di bawah atap untuk menampung air hujan dan kemudian menggunakannya untuk menyiram tanaman (seperti yang dulu sering dilakukan ibu saya untuk menghemat air).
Selain untuk menghemat air dan menjadi solusi untuk daerah yang kekurangan air dari sumber air tanah (sumur) atau air permukaan (sungai), RWH kini sudah banyak diterapkan di kota-kota besar untuk mencegah banjir. Dengan semakin meningkatnya populasi penduduk kota dan saluran pembuangan air (sewer) yang biasanya ‘peninggalan’ dari (sekian puluh) tahun sebelumnya, banyak kota besar yang menghadapi ancaman banjir (termasuk ibukota Indonesia kita tercinta, Jakarta). Dengan mensyaratkan bangunan publik (milik pemerintah) dan bangunan swasta berkapasitas besar untuk memiliki RWH catchment tank, biro cuaca bisa menginformasikan ke pihak manajemen bangunan-bangunan tersebut untuk mengosongkan tangki sehingga dapat menampung air hujan ketika hujan besar datang. Dengan cara ini, volume air hujan yang mengalir ke saluran pembuangan air dapat dikurangi secara signifikan dan tidak menyebabkan luapan air di jalan. Di lain kesempatan, air hujan yang ditampung ini kemudian bisa digunakan untuk menyirami tanaman atau untuk toilet flushing. Di Seoul, Professor Han menjadi supervisor untuk Star City Project, kompleks bangunan yang digunakan sebagai percontohan untuk aplikasi RWH. Di Star City, tiga tangki berkapasitas masing-masing 1.000 m3digunakan untuk menampung air hujan. Kesuksesan proyek ini mendorong pemerintah Seoul untuk membuat aturan bahwa bangunan pemerintah harus memiliki sistem RWH. Beberapa bangunan milik swasta juga disarankan untuk memiliki sistem RWH, dengan biaya parsial dari pemerintah kota.
Professor Han dan beberapa muridnya di tahun 2007 datang ke Indonesia (Aceh) untuk menginisasi pilot plant RWH di perumahan penduduk. Catchment area-nya adalah atap rumah, air hujan disalurkan ke tangki penampungan dengan menggunakan pipa (plastik). Filter atau penyaring adalah komponen penting yang harus ada untuk memastikan air hujan bersih dari kotoran-kotoran ‘besar’. Air hujan ini kemudian ditampung di tangki yang terbuat dari PVC tarpaulin (terpal) berkapasitas 1.000 L yang didesain di Korea. Mengapa bahannya terpal? Dengan bahan yang fleksibel dan murah (dibandingkan dengan beton atau stainless steel), biaya untuk pengadaan tangki ini bisa ditekan. Selain itu bila tidak digunakan, tangki berbahan terpal ini bisa disimpan sehingga tidak memakan tempat. Air hujan ini kemudian bisa digunakan untuk mandi dan mencuci.
Untuk bisa digunakan sebagai air minum (potable water) memang diperlukan analisa lebih lanjut dan sterilisasi. Pengamatan secara visual, misalnya turbidity (jernih atau tidak) tidak cukup dijadikan dasar untuk menilai bahwa air tersebut layak minum. Standar air minum kebanyakan mensyaratkan air yang digunakan harus memilikiturbidity di bawah 1 NTU (nephelometric turbidity unit), bahkan banyak yang memiliki standar 0,1 NTU. Dan percayalah, dengan mata biasa, tingkat kekeruhan 1-10 NTU itu tidak terlihat jelas bedanya (sehingga harus diukur). Keasaman air hujan pun memiliki banyak variasi, misalnya air hujan di Taiwan memiliki pH di bawah 5 (sehingga tidak bisa langsung digunakan untuk air minum). Jika pun turbidity dan pH-nya memenuhi standar, air hujan banyak membawa partikel-partikel kecil tidak kasat mata dan logam-logam yang mungkin terbawa dari atap atau dari sumber lain di udara. Belum lagi jika ada ‘dust storm’ atau kebakaran hutan, kandungan partikel dan logam dalam air hujan bisa meningkat drastis. ‘Menghilangkan’ partikel dan logam-logam tersebut tidak cukup hanya dengan filter atau penyaring biasa dan sterilisasi. Karena alasan tersebut,full-scale RWH system di universitas saya (untuk bangunan 12 lantai) tidak digunakan untuk air minum, melainkan hanya untuk toilet flushing.
Umumnya komponen yang diperlukan untuk sistem RWH adalah catchment area(gunakan atap rumah saja), saluran/pipa (dari atap rumah ke penampungan), filter, tangki penampungan, dan pompa (jika tangki berada di bawah tanah). Filter yang digunakan bisa dari yang sederhana seperti sand filter sampai ke filter RO (reverse osmosis) jika airnya ingin digunakan sebagai air minum. Pompanya bisa manual (pompa tangan) atau ke pompa otomatis yang biasa kita gunakan untuk sumur. Volume tangki penampungan bisa disesuaikan dengan jumlah air yang diperlukan atau ketersediaan tempat. Tangki berbahan terpal seperti yang didesain Professor Han harganya ‘hanya’ sekitar Rp 500.000. Bak plastik berpenutup yang murah meriah pun juga bisa digunakan.
Yah, kalau dihitung-hitung dengan biaya air PDAM yang dibawah Rp 1.000/m3 mungkin memang tidak berarti (untuk kita yang berada di daerah dengan kelimpahan air), tapi yang namanya menghemat tidak ada batasan kan? Sudah begitu untuk skala besar di kota-kota, sistem RWH ini bisa digunakan juga untuk mencegah banjir dan menghemat biaya operasional untuk menyiram tanaman atau toilet flushing.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More