Sabtu, 28 April 2012

HUT 13 Depok, Gadis Jelita yang Jerawatan

Seputardepok__ Sejarah mencatat Depok dulunya merupakan sebuah dusun terpencil di tengah hutan belantara. Kini daerah itu telah bertransformasi menjadi kota metropolitan dengan segala dinamika kehidupan dan problem perkotaan.
Sehubungan dengan itu, di usianya yang ke-13 pada hari ini (27 April 2012) Kota Depok dapat mempertahankan hal-hal positif agar sebutan tempat jin buang anak adalah sebuah kekeliruan.
“Perubahan dramatis terjadi di Depok setelah perumahan nasional (perumnas) dibangun dan kampus Universitas Indonesia (UI) dipindahkan dari Salemba ke Depok pada pertengahan 1980-1990. Ada sifat urban yang kemudian berkembang di wilayah Depok,” terang JJ Rizal, sejarawan Universitas Indonesia, Rabu (25/4).
Menurut Rizal, sejak dahulu Depok bagaikan gadis jelita. Banyak orang yang memperebutkan. Sebagai gadis jelita, sewajarnya pintar bersolek untuk menambah kecantikan dan pesona. Nyatanya wajah kota jerawatan, tak seperti yang diinginkan warganya sehingga program perencanaan pembangunan perlu ditinjau kembali.
Hasil survei KPK yang menyatakan pelayanan publik di Depok rendah dan tingkat korupsi paling tinggi, lanjut JJ Rizal, harus menjadi bahan introspeksi diri dan evaluasi. Jika Pemerintah Kota Depok mau becermin dan meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik, kejelitaan Depok akan terlihat.
Rizal sangat menyayangkan pembangunan Kota Depok cenderung mengarah pada sisi konsumerisme. Pembangunan pusat perbelanjaan di Margonda menjadi bukti bahwa Depok telah menanggalkan nilai sejarah yang kaya.
Rizal mencontohkan pelebaran jalan di kawasan Margonda tak lagi menyisakan trotoar untuk pejalan kaki. Sementara di kanan-kiri jalan terdapat pusat pertokoan, pusat jajanan, dan jalur kuliner sehingga dibutuhkan ruang publik yang manusiawi.
“Saya melihat banyak daerah pinggiran yang potensial seperti Depok Lama. Namun pemerintah meninggalkan begitu saja.” Rizal berharap Depok dibawa menjadi kota hunian yang ramah bagi masyarakat.
Salah satu saksi sejarah Kota Depok, Boy Loen yang juga pengurus Yayasan Lembaga Cornelius Chastelein, menilai ada kemajuan secara ekonomi maupun pembangunan. Negatifnya, pembangunan memangkas kelestarian dan keasrian Depok Lama yang seharusnya dijadikan landmark.
“Dulu jam empat sore warga Depok sudah pakai baju hangat karena dingin sekali. Sekarang pembangunan di mana-mana, membuat Depok semakin panas. Semoga ke depan Depok tidak meninggalkan sisi keasrian lingkungan yang seharusnya perlu dilestarikan. Harus seimbang, jangan memikirkan keuntungan bisnis saja,” pesannya.
Semrawut
Mahasiswa FISIP UI, Evrin, melihat Depok menjual dari sisi pariwisata karena punya universitas ternama seperti UI. “Dengan adanya universitas-universitas di kawasan Depok, sebenarnya itu menjadi karakteristik tersendiri yang bisa dijadikan keuntungan untuk memajukan Kota Depok. Tapi saya tidak melihat ada jembatan antara universitas, Kota Depok, dan warga Depok itu sendiri,” ujarnya.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2006-2025, Kota Depok diarahkan menjadi kota niaga dan jasa yang religius serta berwawasan lingkungan.
Promosi produk membanjiri jalan-jalan protokol. Papan reklame/iklan berantakan, jembatan penyeberangan orang (JPO) terbatas di pusat-pusat niaga, membuat lalu lintas tambah semrawut. Pembebasan trotoar untuk pelebaran jalan berakhir tragis karena menjadi lahan parkir.
Jalur trotoar sepanjang 23 kilometer telah diserobot untuk kepentingan niaga. Kubah Mas menjadi salah satu kebanggaan Kota Depok, tapi pemerintah tidak mendukung dengan membuatkan sarana prasarana yang memadai.
Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok Yayan Arianto mengakui persoalan berat yang dihadapi melingkupi kesemrawutan transportasi, keterbatasan halte, dan JPO. Area trotoar di Depok tinggal 4,8% dari panjang jalan 472 kilometer. Itu pun tersebar di 11 kecamatan.
Yayan mengatakan tahun ini instansinya berencana mengalokasikan anggaran sebesar Rp14 miliar untuk membuat trotoar. Tahap awal pembangunan di Jalan Ramanda hingga lampu merah pertigaan Jalan Siliwangi.
Selanjutnya ke depan terminal Jalan Margonda Raya, Jalan Tole Iskandar, Jalan Raya Jakarta-Bogor, Jalan Cinere Raya, Jalan Sawangan Raya, Jalan Duren Seribu, dan pertigaan Parung-Ciputat. Trotoar di kawasan tersebut akan dimanfaatkan pula sebagai jalur sepeda.
Di sisi lain, jalan rusak juga menjadi prioritas khususnya jalan yang menghubungkan akses ke tol Cijago, UI, UPN, Universitas Gunadarma, Kubah Mas, dan Jalan Cinere Raya. (Media Indonesia/dn)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More